Malam itu hujan mengguyur Kota Malang dengan derasnya. Bu Wati (48) melihat ke luar warung gorengannya yang sederhana, mengamati jalanan yang mulai sepi. "Sudah jam 8 malam, hujan masih deras. Biasanya masih ada yang beli sampai jam 10," gumamnya sambil membersihkan sisa minyak dari wajan besarnya. Dengan berat hati, ia memutuskan untuk menutup warung lebih awal. Sisa gorengan yang tidak laku—lima pisang goreng dan tiga tempe—ia bungkus untuk dibawa pulang. "Daripada tidak laku dan terbuang, mending kita makan sendiri," ujarnya pada Sari, anak bungsunya yang membantu berjualan.

Di rumah kontrakan yang sempit, setelah membersihkan diri dan merapikan dapur, Bu Wati duduk di kursi kayu tua sambil mendengarkan suara hujan yang belum juga reda. Pikirannya melayang pada biaya sekolah anak-anak yang harus dibayar besok. "Modal untuk besok tinggal Rp 50.000. Semoga saja hujan reda dan bisa jualan lancar," bisiknya dalam hati. Dari dalam laci, ia mengeluarkan smartphone tua pemberian kakaknya—satu-satunya hiburan di kala suntuk.

Dengan sisa saldo Rp 27.000 di aplikasi game, Bu Wati memutuskan untuk mencoba peruntungan. "Biasanya cuma main sebentar sebelum tidur, paling dapat recehan kecil," kenangnya. Malam itu, tanpa diduga, sesuatu yang berbeda terjadi. Di putaran ketiga, simbol scatter pertama muncul. "Wah, dapat bonus kecil," ucapnya senang. Tapi keajaiban belum berakhir. Sebelum putaran bonus selesai, scatter kedua muncul, lalu ketiga. "Astaga, ini bagaimana?" desisnya sambil memegangi dada yang berdebar.

Kejutan di Balik Putaran Bonus

Yang membuat Bu Wati semakin tidak percaya adalah multiplier yang tiba-tiba melonjak ke angka 100x. "Biasanya cuma dapat 10x atau 15x, ini kok langsung 100x?" katanya dengan suara bergetar. Tangan kirinya memegang erat meja, sementara tangan kanannya menutup mulut yang terbuka lebar. Di layar smartphone, animasi cahaya emas berkilauan seolah menari-nari mengikuti irama hujan di luar.

Putaran bonus berlangsung selama 12 putaran, dan di setiap putaran, kombinasi simbol yang sempurna terus bermunculan. "Seperti ada yang mengatur saja," ujar Bu Wati dengan mata berkaca-kaca. Angka kemenangan yang awalnya hanya ratusan ribu, dalam hitungan menit sudah mencapai puluhan juta. "Saya sampai tidak berani bernapas, takut ini cuma mimpi," tambahnya.

Ketika putaran terakhir selesai dan angka Rp 79.393.393 terpampang di layar, Bu Wati justru terdiam. Air mata mulai mengalir di pipinya yang keriput. "Tidak mungkin... ini tidak mungkin," bisiknya berulang-ulang. Butuh waktu beberapa menit baginya untuk menyadari bahwa ini benar-benar terjadi. Bahkan, ia sempat mengecek berkali-kali untuk memastikan bahwa ini bukan halusinasi karena kelelahan.

"Selama ini saya jual gorengan, untungnya hanya cukup untuk makan sehari-hari. Tidak pernah menyangka bahwa suatu hari rezeki akan datang dengan cara seperti ini."

Perjalanan Hidup yang Berliku

Kehidupan Bu Wati tidaklah mudah. Sejak ditinggal suaminya lima tahun lalu, ia harus menghidupi tiga orang anak sendirian dengan berjualan gorengan. "Pagi jam 4 sudah bangun, menyiapkan adonan, lalu jualan dari jam 6 pagi sampai malam," ceritanya dengan suara lirih. Hasilnya hanya cukup untuk membiayai kebutuhan pokok dan menyewa rumah kontrakan kecil. "Banyak yang bilang jualan gorengan tidak akan jadi kaya, tapi ini yang saya bisa," ujarnya dengan penerimaan.

Anak sulungnya, Rian, terpaksa putus sekolah untuk membantu mencari nafkah. "Saya tidak mau adik-adiknya juga putus sekolah. Makanya Rian rela kerja serabutan," kenang Bu Wati dengan suara bergetar. Kini, dengan uang kemenangan tersebut, impian untuk menyekolahkan kembali Rian bisa terwujud. "Rian bilang mau kursus otomotif, sekarang bisa kita wujudkan," katanya dengan senyum penuh haru.

Malam itu, setelah menyaksikan kemenangan besar tersebut, Bu Wati tidak bisa tidur. Pikirannya melayang pada segala kemungkinan yang bisa dilakukan dengan uang tersebut. "Bisa bayar utang ke tetangga, beli gerobak baru, bahkan mungkin buka warung permanen," ucapnya sambil tersenyum sendiri. Tapi yang paling membuatnya bersyukur adalah ia tidak perlu khawatir tentang biaya sekolah anak-anak lagi.

Sikap Bijak Menyikapi Keberuntungan

Keesokan harinya, Bu Wati tetap membuka warung gorengannya seperti biasa. Tetangga-tetangga yang mendengar kabar tersebut berdatangan, ada yang ingin tahu, ada yang sekadar ikut bersyukur. "Saya bilang pada mereka, ini semua rezeki dari Yang Di Atas. Kita harus tetap bekerja dan tidak sombong," ujarnya dengan bijak.

Yang menarik, Bu Wati tidak langsung mengubah gaya hidupnya. "Uang itu saya tabung sebagian besar. Hanya sedikit yang digunakan untuk kebutuhan mendesak," jelasnya. Ia membeli gerobak baru yang lebih bagus dan memperbaiki rumah kontrakannya yang bocor. "Sedikit-sedikit kita perbaiki, tidak perlu langsung menghambur-hamburkan," tambahnya.

Bu Wati juga menyisihkan sebagian uang untuk membantu tetangga yang kurang mampu. "Dulu waktu susah, banyak yang bantu saya. Sekarang giliran saya yang membantu," ujarnya dengan hati lapang. Bahkan, ia kini sering memberikan gorengan gratis untuk anak-anak yang tidak mampu di sekitar rumahnya.

Perubahan yang Membahagiakan

Setelah kemenangan besar itu, kehidupan Bu Wati memang tidak berubah drastis, tapi ada ketenangan baru yang terpancar dari dirinya. "Dulu setiap tidur selalu mikir utang dan biaya sekolah. Sekarang bisa tidur lebih nyenyak," akunya dengan wajah berseri. Warung gorengannya pun kini lebih lengkap, dengan gerobak baru dan peralatan yang lebih baik.

Anak-anaknya juga merasakan perubahan positif. "Mereka sekarang bisa fokus belajar, tidak perlu lagi membantu jualan sampai larut malam," ujar Bu Wati bangga. Bahkan, Rian kini bisa mengikuti kursus otomotif seperti yang diimpikannya. "Lihat anak-anak senang, hati ibu mana yang tidak bahagia," tambahnya dengan mata berbinar.

Yang paling mengharukan adalah ketika Bu Wati bisa melunasi semua hutang-hutangnya. "Sudah tiga tahun punya utang ke tetangga, sekarang akhirnya bisa dilunasi semua," katanya dengan suara lega. Bahkan, ia memberikan sedikit tambahan sebagai rasa terima kasih atas kebaikan tetangganya selama ini.

Warisan Nilai yang Lebih Berharga

Bagi Bu Wati, uang Rp 79 juta itu bukanlah segalanya. "Yang lebih penting adalah pelajaran bahwa kita harus tetap berusaha dan percaya pada takdir," ujarnya. Ia sering bercerita pada anak-anaknya tentang pentingnya bekerja keras dan tidak putus asa. "Ibu dulu jualan gorengan dalam panas dan hujan, tidak pernah menyerah. Kalian juga harus begitu," pesannya.

Bu Wati juga mengajarkan anak-anaknya untuk tidak sombong dan tetap rendah hati. "Rezeki itu seperti hujan, bisa turun di mana saja. Hari ini ke kita, besok bisa ke orang lain," ujarnya bijaksana. Itulah mengapa meski sekarang keadaannya lebih baik, ia tetap berjualan gorengan dengan ramah dan murah senyum.

Kini, warung gorengan Bu Wati menjadi semacam tempat berkumpul tetangga. Banyak yang datang tidak hanya untuk membeli gorengan, tapi juga untuk mendengar cerita dan motivasi darinya. "Saya bilang pada mereka, jangan pernah malu dengan pekerjaan kita. Yang penting halal dan kita jalani dengan ikhlas," katanya penuh keyakinan.

Pesan dari Seorang Ibu Pemberani

Jika ada satu pelajaran yang bisa diambil dari kisah Bu Wati, itu adalah tentang arti ketabahan dan kepasrahan. "Hidup ini seperti menggoreng, harus sabar menunggu sampai matang. Tidak bisa terburu-buru," analoginya sederhana namun dalam. Selama bertahun-tahun berjuang sendirian, ia belajar bahwa seperti minyak panas yang suatu saat akan dingin, kesulitan pun akan berganti dengan kemudahan.

Pelajaran kedua adalah tentang pentingnya tetap rendah hati. Meski sekarang memiliki tabungan yang cukup, Bu Wati tidak pernah sombong. "Dulu sebelum dapat rezeki besar hati ini sudah bersyukur, sekarang dapat rezeki besar harus lebih bersyukur lagi," ujarnya berfilosofi. Ia tetap melayani pelanggan dengan ramah, tetap membantu tetangga yang kesusahan, dan tetap menjadi pribadi yang sederhana.

Terakhir, Bu Wati mengajarkan tentang arti bersyukur dalam segala kondisi. Setiap kali ada yang menanyakan rahasia keberhasilannya, ia selalu menjawab: "Bersyukur dalam susah, bersyukur dalam senang. Yang penting hati tetap bersih dan tidak pernah berhenti berusaha." Bagi seorang penjual gorengan di Malang, filosofi sederhana ini telah terbukti membawa berkah dalam hidupnya.

"Hidup ini seperti gorengan—kadang renyah, kadang lembek. Yang penting kita terus berusaha dan percaya bahwa setiap kesulitan pasti ada hikmahnya. Rezeki itu seperti minyak panas—datangnya tidak terduga, tapi pasti menemukan jalannya sendiri."

Pertanyaan yang Sering Ditanyakan

Apakah Bu Wati masih bermain setelah menang besar?
Masih, tapi tetap dengan modal kecil. "Biasa, Rp 10.000-20.000 saja. Cuma untuk hiburan," katanya.

Bagaimana perubahan terbesar dalam hidupnya?
"Ketenangan hati. Sekarang tidak perlu khawatir tentang biaya sekolah anak dan biaya hidup sehari-hari," ujarnya.

Apa nasihatnya untuk ibu-ibu lain?
"Jangan pernah menyerah. Sebagai ibu, kita adalah tulang punggung keluarga. Di balik kesulitan, pasti ada kemudahan yang menanti."